Papeda, makanan khas Papua dan Maluku, kini semakin dikenal luas di Indonesia sebagai salah satu kuliner tradisional yang sarat akan nilai budaya. Hidangan ini dibuat dari sagu yang diolah menjadi bubur bertekstur lengket dan kenyal, biasanya disajikan bersama ikan kuah kuning atau ikan bakar. Bagi masyarakat Papua, papeda bukan sekadar makanan, melainkan juga simbol identitas dan warisan leluhur.
Makanan ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat pesisir Papua. Sagu, bahan dasar papeda, sejak dahulu menjadi sumber utama karbohidrat pengganti beras. Tradisi mengolah sagu menjadi papeda diwariskan turun temurun, bahkan hingga kini masyarakat di pedalaman Papua masih mengandalkan sagu sebagai makanan pokok sehari hari.
Secara tampilan, papeda memiliki warna putih bening dengan tekstur yang menyerupai lem. Meski begitu, rasanya netral sehingga cocok dipadukan dengan berbagai lauk, terutama ikan laut segar yang dimasak dengan bumbu rempah khas Papua. Perpaduan rasa gurih ikan kuah kuning dan tekstur papeda menciptakan pengalaman kuliner yang unik dan berbeda dari makanan daerah lain.
Dari sisi gizi, papeda tergolong sehat karena rendah lemak dan tinggi serat. Kandungan karbohidrat dari sagu memberikan energi yang cukup, sementara seratnya baik untuk pencernaan. Tak heran jika masyarakat Papua memiliki daya tahan tubuh kuat meski hidup di alam liar yang penuh tantangan. Para ahli gizi bahkan menyebut papeda sebagai makanan yang ramah bagi penderita diabetes karena indeks glikemiknya lebih rendah dibanding nasi.
Kini, papeda mulai menjadi daya tarik wisata kuliner. Banyak restoran di kota besar seperti Jayapura, Ambon, hingga Jakarta yang menyajikan papeda sebagai menu spesial. Para wisatawan domestik maupun mancanegara kerap penasaran mencoba sensasi menyantap makanan yang harus “diseruput” menggunakan sumpit atau sendok khusus ini. Tradisi cara makannya yang unik pun menambah daya tarik tersendiri.
Selain kuliner, papeda juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Dalam masyarakat Papua, makan papeda sering menjadi momen kebersamaan. Satu porsi besar papeda biasanya diletakkan di tengah, lalu disantap bersama sama. Tradisi ini mempererat hubungan kekeluargaan dan memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.
Meski zaman terus berkembang, masyarakat Papua tetap menjaga tradisi papeda. Pemerintah daerah dan komunitas budaya juga berperan aktif dalam mempromosikan papeda melalui festival kuliner dan acara budaya. Upaya ini penting agar generasi muda tetap bangga dan tidak melupakan makanan khas daerahnya.
Papeda bukan sekadar hidangan sederhana, melainkan cermin dari kearifan lokal yang patut dilestarikan. Kehadirannya di meja makan bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi juga menyimpan cerita sejarah, budaya, dan identitas masyarakat Papua yang kaya akan tradisi. Dengan promosi yang tepat, papeda berpotensi menjadi ikon kuliner Indonesia di kancah internasional.





